Bahasa pemrograman komputer alias coding bisa jadi merupakan hal yang membosankan. Namun bagi Kaisar Arkan, Raefaldhi Amartya, dan Scott Moses, coding adalah “dunia” sekaligus masa depan mereka. Ketiganya berhasil menjadi grand winner Google Code-in yang digelar pada November 2016-Januari 2017.
Google Code-in adalah kompetisi untuk mengenalkan remaja dengan dunia pemrograman komputer dan open source. Para peserta, yang berumur 13-17 tahun, berkesempatan menjadi bagian dari Google dengan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan mentor. Tiap peserta bebas memilih satu di antara 17 organisasi yang ada. Dari tiap organisasi, diambil dua orang grand winner.
Tentu tak mudah menjadi kampiun dalam kompetisi ini. “Kaisar, Raefaldhi, dan Scott harus bersaing dengan 1.340 siswa yang berasal dari 62 negara,” ujar Jason Tedjasukmana, Kepala Komunikasi Korporat Google Indonesia, awal Februari lalu.
Ketiganya sampai harus mengurung diri di kamar seharian. Scott, 16 tahun, misalnya, rela kehilangan setengah masa liburannya untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan para mentor Google Code-in.
“Saya sudah terlambat 1,5 minggu karena terpotong ujian akhir semester. Saya tidak bisa terlalu banyak santai. Banyak siswa yang juga ingin menang,” kata siswa kelas XI SMAK 1 BPK Penabur Jakarta itu kepada Tempo, awal pekan ini.
Dalam kompetisi ini, Scott memilih organisasi MovingBlocks. Organisasi tersebut menyediakan platform open source untuk pengembang game. Ia pun mulai mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dari yang mudah hingga paling sulit, dari sekadar membuat command (perintah bahasa program) sampai mencari potensi kerentanan keamanan dalam suatu program.
Scott mengetahui Google Code-in dari sebuah grup di Facebook. Di tengah kompetisi, dia mengetahui bahwa ternyata Kaisar, 16 tahun, temannya dari SMA Negeri 91 Jakarta, juga menjadi peserta. Kaisar merupakan grand winner dari FOSSASIA, organisasi yang bergerak di bidang open source pengembang software.
Kaisar mengajak Scott bergabung dalam grup Telegram yang membahas Google Code-in. Setelah itu, keduanya kerap berdiskusi tentang tugas yang diberikan. Dari Kaisar pulalah Scott tahu bahwa ternyata peserta Google Code-in bisa mengirim proposal proyek kepada mentor. “Itu tidak disebutkan dalam aturan main kompetisi,” ujar Scott, yang mengenal coding dari ayahnya, seorang programmer.
Adapun Raefaldhi, siswa SMA Negeri 12 Bandung, merupakan grand winner dari Haiku—organisasi yang mengembangkan bahasa pemrograman personal komputer. Dia memilih Haiku lantaran memakai C/C++. “Saya ingin mendalami bahasa pemrograman ini,” ujar dia, yang mengenal coding di bangku sekolah menengah pertama.
Raefaldhi mengerjakan tugas yang diberikan para mentor dari yang menantang terlebih dulu, baru yang lebih mudah. Hal itu ia lakukan untuk menantang dirinya sendiri dalam kompetisi ini.
Saat ditanya bagaimana ketertarikan mereka terhadap bahasa pemrograman muncul, ketiganya kompak menjawab semua bermula dari kegemaran bermain game online. Ketiganya pun sama-sama ingin menjadi ilmuwan komputer. “Yang terpenting adalah haus akan pengetahuan,” ujar Scott. Raefaldhi menambahkan, “Setiap remaja patut mencoba coding agar tahu rasanya membangun banyak hal keren.”
Sebagai hadiah, para grand winner berkesempatan berkunjung ke Google Campus di Palo Alto, San Francisco, Amerika Serikat, selama empat hari pada Juni mendatang. Semua pemenang akan bertemu dengan para insinyur terbaik Google.