Intel, Google, Microsoft, Apple dan 93 perusahaan teknologi lainnya telah mengajukan surat amicus (sahabat pengadilan) yang mendukung tuntutan terhadap perintah eksekutif Presiden Donald Trump yang membatasi imigran dari tujuh negara.
“Perintah eksekutif itu meninggalkan prinsip toleransi, kesetaraan dan keterbukaan,” tulis surat itu yang ditemukan Ars Technica sebagaimana dikutipEngadget,Senin 6 Februari 2017. “Ini menimbulkan bahaya yang signifikan pada bisnis, inovasi dan pertumbuhan Amerika.”
Setelah tuntutan diajukan terhadap perintah eksekutif di Washington dan negara-negara lain, Hakim Distrik AS James Robart memblokir perintah eksekutif itu secara efektif dengan segera. Departemen Keamanan Dalam Negeri mengatakan akan kembali ke prosedur skrining normal, sehingga banyak imigran, termasuk siswa pemegang visa, pemegang kartu hijau dan lain-lain bergegas mendapatkan penerbangan sebelum aturan pembatasan dipulihkan.
Namun, Departemen Kehakiman AS di bawah Trump telah bersumpah untuk mengajukan banding. “Kami akan menang. Untuk keamanan negara, kami akan menang,” kata Trump kepada wartawan di klub golf Mar-a-Lago di Florida. Presiden juga mengkritik Robart dalam serangkaiantweet, dengan mengatakan “pendapat hakim ini … konyol dan akan dijungkirbalikkan.”
Surat itu, yang telah berjalan sejak sebelum perintah eksekutif ditolak, bertujuan untuk meyakinkan pengadilan banding bahwa mengembalikan aturan itu akan ilegal dan berbahaya bagi bisnis mereka.
“Perintah eksekutif itu membuat lebih sulit dan mahal bagi perusahaan-perusahaan AS untuk merekrut, mempekerjakan dan mempertahankan beberapa karyawan terbaik di dunia,” tulis mereka. “Ini mengganggu operasi bisnis yang sedang berlangsung. Dan ini mengancam kemampuan perusahaan untuk menarik bakat, bisnis dan investasi ke Amerika Serikat.”
Menurut jajak pendapat Reuters/Ipsos terbaru, masyarakat yang mendukung perintah eksekutif Trump adalah 49 persen melawan 41 persen yang tidak mendukung. Namun, seorang ahli hukum mengatakan kepada Reuters bahwa tweet yang mengkritik hakim – tindakan yang sangat tidak biasa bagi seorang presiden – mungkin sebuah kekeliruan.
“Sulit bagi presiden untuk menuntut pengadilan menghormati otoritas yang melekat padanya ketika ia tidak menghormati otoritas yang melekat pada peradilan,” kata pakar hukum Jonathan Turley kepada Reuters.
Perusahaan-perusahaan teknologi itu menambahkan bahwa perintah eksekutif itu dapat menyebabkan karyawan berbakat dari negara-negara lain untuk pergi ke tempat lain, menyebabkan eksodusnya sumber daya unggul dari AS.
“Ketidakstabilan dan ketidakpastian ini akan membuat jauh lebih sulit dan mahal bagi perusahaan-perusahaan AS untuk merekrut beberapa bakat terbaik dunia – dan menghambat mereka untuk bersaing di pasar global,” menurut surat itu.
Terlebih lagi, negara-negara lain bisa melihat tindakan ini sebagai bermusuhan. “Ini juga dapat menyebabkan tindakan balasan oleh negara-negara lain, yang akan menghambat kemampuan perusahaan untuk melakukan bisnis atau menegosiasikan penawaran bisnis di luar AS.”