Suara seseorang menyeruput kopi atau menggigit buah apel bisa jadi agak menjengkelkan. Namun bagi sebagian orang hal itu bisa membuat marah.
Kemarahan dan kecemasan dalam menanggapi suara makan, minum, dan bernapas sehari-hari berasal dari meningkatnya aktivitas dalam bagian-bagian otak yang memproses dan mengatur segala emosi. Demikian laporan ilmuwan dalam Current Biology edisi 2 Februari 2017.
Orang-orang dengan kondisi ini, disebut misophonia, sebelumnya sering dianggap sebagai orang yang terlalu peka. Demikian dikatakan Jennifer Jo Brout, ahli psikologis klinis yang tidak terlibat dalam riset tersebut. “(Penelitian) ini benar-benar menegaskan bahwa hal ini berbasis sistem saraf,” kata Brout, pendiri Program Sensory Processing dan Emotion Regulation Program Duke University Medical Center di Durham, North Carolina, Amerika Serikat.
Para peneliti memainkan suara terhadap 20 orang dengan misophonia dan 22 orang yang tidak. Beberapa suara dinilai netral, seperti hujan. Suara lainnya, seperti bayi yang meratap, dianggap mengganggu untuk dua kelompok, tapi tidak menimbulkan respons misophonia.
Rangkaian ketiga adalah suara-suara yang dikenal menyebabkan tekanan terhadap orang-orang dengan misophonia, yakni mengunyah dan bernapas. Pemindai otak MRI menunjukkan kedua kelompok bereaksi serupa terhadap suara netral dan yang mengganggu.
Namun kelompok misophonia merespons jauh lebih dramatis terhadap suara mengunyah dan bernapas. Mereka menunjukkan lebih banyak aktivitas dalam anterior insular cortex, struktur otak yang mencakup pemrosesan emosi.