Badan Restorasi Gambut (BRG) menawarkan tiga cara membuka lahan tanpa membakar. Ketiga cara itu adalah menggunakan traktor, memotong lahan dan membakarnya di drum, dan penggunaan larutan biologis.
“Kami optimistis satu dari tiga cara ini akan diterima baik dan bisa dipraktekkan,” ucap Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 23 Januari 2017.
Nazir mengatakan penggunaan tiga cara itu mempunyai biaya yang berbeda. Meski demikian, pemerintah akan membantu pembiayaan lewat anggaran daerah dan BRG.
Menurutnya, pembukaan lahan dengan traktor jauh lebih mahal dibandingkan dengan dua cara lainnya. Sementara yang paling murah adalah dengan menggunakan larutan biologis.
Dari perhitungan BRG, biaya untuk metode pembakaran dalam drum sebesar Rp 1 juta per drum. Sedangkan bila menggunakan larutan biologis atau bakteri pengurai, ongkos yang dikeluarkan mencapai Rp 200 ribu per hektare. “Tahun lalu masih skala kecil dicoba (larutan biologis) di Kalimantan Barat,” ucap Nazir.
Selain menawarkan tiga alternatif membuka lahan, BRG juga akan menambah alat deteksi titik api sebagai langkah pencegahan. Nazir mengatakan pada 2016 sebanyak 20 alat deteksi dipasang di lima provinsi di Kalimantan dan Sumatera.
Tahun ini penggunaan alat akan ditambah menjadi 400 unit. Lokasi pemasangan alat itu tersebar di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Tak hanya itu, BRG juga akan meneruskan target restorasi lahan gambut yang terbakar sebelumnya. Pemerintah, kata Nazir, menargetkan merestorasi lahan gambut seluas 400 ribu hektare pada 2017.