Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa laki-laki tidak hidup selama wanita, dan hal ini juga berlaku pada sepupu primata manusia.
Dalam studi tersebut, peneliti melihat data dari enam populasi manusia dari zaman modern dan dari catatan sejarah di berbagai negara.
Para peneliti menemukan, “terlepas dari umur panjang manusia selama abad terakhir, perbedaan pria-wanita belum menyusut,” kata Susan Alberts, seorang profesor biologi di Duke University dan penulis studi baru itu, sebagaimana dikutip Livescience, Senin, 21 November 2016.
Para peneliti menemukan bahwa jumlah tempat perempuan hidup lebih lama dibandingkan laki-laki bervariasi di seluruh populasi. Misalnya, perbedaan terbesar pria-wanita dalam rentang hidup di antara populasi yang diteliti adalah pada zaman modern Rusia, dengan kesenjangan sekitar sepuluh tahun.
Perbedaan jauh lebih kecil ditemukan pada populasi lain, seperti orang yang hidup pada zaman modern di Nigeria dan India. Selain itu, para ilmuwan menemukan bahwa kesenjangan untuk primata nonmanusia jauh lebih kecil daripada manusia.
Dalam studi tersebut, para peneliti melihat kematian enam populasi manusia berbeda yang mewakili “berbagai pengalaman manusia”.
Para peneliti juga melihat data dari tiga populasi dengan kehidupan umumnya jauh lebih pendek, termasuk dua populasi pemburu-pengumpul modern, suku Hadza dari Tanzania dan Ache dari Paraguay, serta data dari populasi budak yang dibebaskan, yang bermigrasi dari Amerika Serikat ke Liberia antara tahun 1820 dan 1843.
Untuk primata bukan manusia, para peneliti melihat data yang dikumpulkan dari enam populasi liar darisifakas, muriquis, kapusin, gorila, simpanse, dan babon, masing-masing dengan populasi di suatu tempat antara 400 dan 1.500. Akhirnya, para peneliti juga melengkapi data mereka pada manusia dengan melihat data yang lebih kecil dari tambahan 16 populasi manusia, termasuk orang di Rusia, Cina, India, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya.
Penelitian itu menghasilkan tiga temuan utama. Pertama, dalam populasi manusia berumur panjang, seperti orang-orang dari zaman modern Jepang dan Swedia, rentang hidup rata-rata orang cukup konsisten. Berarti, usia kematian dalam populasi cukup serupa: sebagian besar kematian di negara-negara itu terjadi ketika orang dewasa antara 70-an dan awal 90-an. Sebaliknya, masa hidup primata lain jauh lebih pendek dan sangat bervariasi.
Kedua, perbedaan dalam rentang hidup antara orang yang hidup di masyarakat industri dan mereka yang tinggal di masyarakat pemburu-pengumpul lebih besar dari perbedaan antara pemburu-pengumpul dan primata nonmanusia. Masyarakat yang tinggal dalam masyarakat industri hidup 30-50 tahun lebih lama daripada pemburu-pengumpul. Namun pemburu-pengumpul hidup hanya 10-30 tahun lebih lama daripada primata bukan manusia.
Ketiga, lama hidup perempuan “cenderung lebih panjang dan kurang bervariasi” dibandingkan kehidupan laki-laki. Dalam semua populasi, individu tertua cenderung perempuan. Namun, untuk primata bukan manusia dan populasi manusia dengan harapan hidup lebih pendek, kelemahan laki-laki dalam rentang hidup tampaknya relatif kecil.
“Alasan terjadinya perbedaan antara pria dan wanita masih tidak jelas,” ujar para peneliti.
Namun keberadaan perbedaan pada begitu banyak kelompok manusia serta pada primata nonmanusia menunjukkan bahwa disparitas ini memiliki “akar evolusi yang mendalam”.
Salah satu alasan yang mungkin untuk perbedaan ini adalah “laki-laki mengambil lebih banyak risiko,” kata Alberts kepadaLive Science. Perilaku berisiko juga menyebabkan variabilitas yang lebih besar dalam kematian pria dibandingkan wanita.
Kemungkinan lain, kata Alberts, adalah peran testosteron. Tingkat testosteron yang lebih tinggi pada pria dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh mereka, yang dapat mempengaruhi berapa lama mereka hidup.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, seperti ukuran sampel yang relatif kecil dari populasi primata nonmanusia. Penelitian tersebut diterbitkan pada 21 November 2016 dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.